Penerimaan Pajak Turun 41Persen di Januari 2025, Dampak dari Coretax dan PPN 12 Persen
- Rabu, 12 Maret 2025

JAKARTA - Penerimaan pajak Indonesia pada bulan Januari 2025 mengalami penurunan yang signifikan sebesar 41,86% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada Januari 2024, penerimaan pajak tercatat mencapai Rp 152,89 triliun, sementara pada Januari 2025 hanya mencapai Rp 88,89 triliun. Penurunan tajam ini mencerminkan dampak dari penerapan sistem baru Coretax dan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% untuk barang mewah.
Penerapan Coretax Jadi Salah Satu Penyebab Penurunan
Salah satu faktor utama yang dianggap mempengaruhi penurunan penerimaan pajak adalah penerapan sistem Core Tax Administration System atau lebih dikenal dengan sebutan Coretax. Sistem administrasi perpajakan terbaru ini mulai diterapkan pada awal tahun 2025, menggantikan sistem perpajakan sebelumnya. Meskipun diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam pengumpulan pajak, Coretax ternyata menimbulkan sejumlah tantangan, terutama bagi wajib pajak yang masih kesulitan beradaptasi dengan teknologi baru tersebut.
Baca Juga
Menurut data yang dikumpulkan, tak sedikit wajib pajak yang mengeluhkan kesulitan dalam penggunaan sistem ini, mulai dari masalah teknis hingga ketidaksesuaian dengan penghitungan pajak yang sudah ada sebelumnya. Sejumlah perusahaan dan individu melaporkan adanya keterlambatan dalam pelaporan dan pembayaran pajak, yang turut berkontribusi pada penurunan penerimaan pajak bulan Januari ini.
PPN 12% untuk Barang Mewah Sebabkan Penurunan Penerimaan
Selain Coretax, kebijakan pemerintah yang mengubah tarif PPN untuk barang-barang mewah menjadi 12% juga berdampak pada penerimaan pajak. Meskipun perubahan tarif PPN ini hanya berlaku untuk kategori barang mewah, kebijakan ini diperkirakan mengurangi daya beli konsumen, yang akhirnya berpengaruh pada penurunan transaksi dan penerimaan pajak.
Pemerintah telah merencanakan peningkatan PPN ini untuk meningkatkan pendapatan negara, namun penerapannya masih memerlukan adaptasi, terutama bagi pengusaha dan konsumen yang sebelumnya terbiasa dengan tarif PPN yang lebih rendah. Barang-barang mewah yang dikenakan PPN 12% meliputi kendaraan mewah, peralatan elektronik dengan harga tinggi, serta barang-barang lain yang tidak termasuk dalam kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Sebagai dampak dari kebijakan ini, sektor konsumsi barang-barang mewah mengalami penurunan permintaan, yang otomatis mengurangi pemasukan pajak dari sektor ini. Meski begitu, kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam jangka panjang, terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi yang memiliki daya beli lebih besar terhadap barang-barang mewah.
Target Penerimaan Pajak 2024 Terus Digenjot, Tapi Tertekan di Awal Tahun
Pemerintah Indonesia sebelumnya menargetkan penerimaan pajak untuk tahun 2024 mencapai Rp 2.189,31 triliun, sebuah angka yang lebih tinggi 13,29% dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak tahun 2023. Penerimaan pajak yang lebih tinggi diharapkan dapat menopang kebutuhan belanja negara yang meningkat, seiring dengan berbagai program pembangunan dan bantuan sosial yang diusung pemerintah.
Namun, pada awal tahun 2025, pencapaian penerimaan pajak tampaknya belum sejalan dengan target yang ditetapkan. Pada bulan Januari 2025, realisasi penerimaan pajak hanya mencapai Rp 88,89 triliun, yang berkontribusi sebesar 4,06% terhadap total target penerimaan pajak yang telah ditetapkan untuk tahun ini. Angka ini menunjukkan adanya ketertinggalan signifikan jika dibandingkan dengan rencana penerimaan pajak yang lebih ambisius.
Menurut dokumen APBN Kinerja dan Fakta (APBN KiTA) edisi Februari 2025, salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan ini adalah pelambatan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri. Keduanya tercatat mengalami penurunan yang signifikan pada Januari 2025. PPh Badan tercatat sebesar Rp 4,16 triliun, sementara PPN Dalam Negeri hanya mencatatkan penerimaan sebesar Rp 2,58 triliun.
Pergeseran Kontributor Pajak yang Signifikan
Dalam laporan yang sama, disebutkan bahwa ada pergeseran signifikan dalam posisi kontributor terbesar penerimaan pajak pada Januari 2025. Sebelumnya, sektor PPh Badan dan PPN Dalam Negeri menjadi penyumbang utama penerimaan pajak, namun pada Januari 2025, kedua sektor tersebut mengalami penurunan yang tajam. Hal ini menyebabkan ketergantungan pada sektor pajak lainnya untuk menjaga keseimbangan penerimaan.
Sebagai contoh, sektor pajak lain seperti Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi, Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan Luar Negeri, dan Pajak Ekspor mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Namun, meskipun ada beberapa sektor yang menunjukkan tren positif, penurunan di sektor PPh Badan dan PPN Dalam Negeri cukup menghambat pencapaian target penerimaan pajak untuk awal tahun ini.
Menyoal Pelambatan Kinerja PPh Badan dan PPN Dalam Negeri
Kinerja penerimaan PPh Badan yang mengalami pelambatan menjadi perhatian khusus, mengingat PPh Badan biasanya menjadi salah satu kontributor terbesar dalam penerimaan pajak negara. Pelambatan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk ketidakstabilan ekonomi global yang memengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan besar, serta penurunan laba perusahaan akibat biaya produksi yang meningkat dan penurunan daya beli masyarakat.
Sementara itu, PPN Dalam Negeri yang mengalami penurunan juga mencerminkan kondisi perekonomian domestik yang sedikit melambat. Salah satu penyebab penurunan PPN Dalam Negeri adalah penurunan permintaan barang dan jasa akibat dampak dari kebijakan PPN 12% untuk barang-barang mewah. Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, namun di sisi lain, kebijakan ini dapat menekan konsumsi barang mewah yang pada akhirnya berdampak pada penerimaan pajak.
Tantangan dan Langkah Pemerintah ke Depan
Meski terdapat penurunan dalam penerimaan pajak pada awal tahun 2025, pemerintah tetap optimistis dengan rencana jangka panjangnya. Pemerintah telah menargetkan berbagai kebijakan untuk mendorong perekonomian, termasuk digitalisasi perpajakan, reformasi administrasi perpajakan, serta insentif bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kepatuhan pajak.
Pemerintah juga berharap dengan perbaikan dalam sistem Coretax dan kebijakan-kebijakan fiskal yang ada, penerimaan pajak bisa meningkat pada semester kedua 2025. Oleh karena itu, pengawasan dan penyesuaian terhadap kebijakan perpajakan akan menjadi fokus utama agar penerimaan pajak dapat kembali berada pada jalur yang diinginkan.

David
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Alasan Ilmiah Jam Malam Bagi Kesehatan Pelajar
- 14 Agustus 2025
2.
7 Shio Raih Rezeki Deras Agustus 2025
- 14 Agustus 2025
3.
4.
PT KAI Hadirkan KA Tambahan Antisipasi Libur
- 14 Agustus 2025
5.
Garuda Indonesia Dukung Distribusi Perdana Produk Radiofarmaka
- 14 Agustus 2025